Imbas Penutupan Paksa, Diklaim Ancam Buruknya Ekonomi Pemilik Cafe Ilegal
Aliansi Warung Suranadi Minta Pemda Segera Kasih Solusi
Matahari Siar.com Lombok Barat - Gabungan pengusaha ilegal Suranadi, mendesak Pemerintah Daerah Lombok Barat untuk segera merealisasikan solusi yang pernah ditawarkan pasca aksi penutupan paksa bila hari lalu. Sebanyak 34 pengusaha cafe ilegal yang tergabung dalam Aliansi Warung Suranadi (AWAS) mengaku, imbas penutupan yang mematikan usaha mereka, berdampak buruk bagi perekonomian dan sekitar 200 orang diantaranya kehilangan pekerjaan. "Pemda harus bertanggungjawab untuk segera memberikan solusi karena telah mematikan usaha cafe milik kami," tegas Humas AWAS, I Gede Putra Yasa, waktu hari lalu.
Selain itu mereka juga meminta Pemda Lobar mempertimbangkan aspek sosial ekonomi dari keberadaan usaha mereka. Karena diakui mereka jika rata-rata tiap Kafe karaoke itu mempekerjakan 5 sampai 10 oramg tenaga kerja. Terlebih pria yang akrab disapa Ngurah mengklaim kebaradaan usaha itu membawa dampak ekonomi bagi para pedagang asongan. Sehingga penutupan cafe dinilai berdampak buruk bagi perekonomian setempat dan menyebabkan lebih dari 200 orang kehilangan pekerjaan. "Penutupan paksa sudah dilakukan sejak sebelum tahun baru 2023, dan saat ini sudah masuk hari ke 17. Dampaknya sangat terasa, sementara belum ada solusi dari Pemda," ungkap dia.
Lebih lanjut kata Humas AWAS ini, pihaknya kesulitan dengan kondisi seperti saat ini. Sebab, meski operasional usaha ditutup namun tagihan hutang atau kredit di perbankan tetap berjalan. Bahkan ia membeberkan para pengusaha ini menanggung cicilan Bank untuk modal usaha sebesar Rp5 juta - Rp8 juta per bulan. "AWAS sangat menghargai keputusan Pemda Lombok Barat untuk menertibkan cafe dan karaoke. Namun harus ada solusi yang win-win solution," ujarnya.Para pengusaha kecil ini berharap ada regulasi yang berpihak kepada mereka. Bahkan bersedia mengurus segala perizinan yang dibutuhkan agar usaha mereka bisa kembali berjalan. "Hitungan kami uang berputar di Suranadi bisa mencapai Rp4 Miliar per bulan. Ini sangat potensial sebagai pemasukan daerah jika ada regulasinya, Kami pun selalu siap sejak dulu untuk mengurus izin apa saja yang dibutuhkan. Kami berharap Pemda memberikan solusi," harapnya.
AWAS juga menyentil soal keadilan dalam penerapan Peraturan Daerah (Perda) di Lombok Barat. Sebab, di sejumlah lokasi lainnya seperti di Lilir dan Lingsar, praktik cafe dan karaoke yang sama tetap bisa beroperasi. "Ini juga kami pertanyakan, kenapa hanya Suranadi yang ditutup, sementara lokasi lain masih buka. Kalau penerapan Perda kan harusnya berlaku sama di semua wilayah Lombok Barat," katanya.
Terpisah, Sekretaris Daerah (Sekda) Lobar H. Ilham kembali tetap menegaskan kebaradaan kafe karaoke ilegal di Suranadi sudah jelas menyalahi tata ruang. Terlebih usaha itu tak memiliki izin. "Itu bukan kawasan yang diizinkan untuk diadakan karaoke, minuman keras dan secara tata tuang tidak boleh," tegas Ilham Senin, 16/1/23.Menurutnya para pengusaha itu sudah menyalahi aturan Sehingga Pemkab Lobar tegas melakukan penertiban. Agar bisnis ilegal itu tak terus bertambah. Terlabih pihaknya sangat mengatisipasi penyebaran virus HIV/AIDS. Meski Ilham tak menyebut adanya indikasi kasus dikawasan itu lantaran diduga aktifitas di kawasan itu menyediakan plus-plus selain Miras dan hiburan lainnya. Namun Ilham mengungkapkan angka HIV terus mengalami peningkatan. Salah satunya banyak masyarakat yang terinfeksi di Desa Lilir. "Justru kasusnya membengkak di desa itu. Ini upaya kita untuk meminimalir desa dan Kecamatan agar tidak ikut terinfeksi," tegas dia.
Dikatakannya, mengenai solusi tetap akan ditawarkan. Untuk itu, Pemkab sudah menyiapkan solusinya. Hanya saja solusi itu tak bisa jalan kalau pihak pengelola itu tak mau menjalankannya. "Kalau kekhawatiran pekerja disana setelah penutupan ndak dapat perkerjaan, kita sudah membicarakan itu. Para pekarja itu apa bakat dan minatnya akan dibantu salurkan. Kita bisa arahkan kepada pendidikan pelatihan sesuai minat mereka," jelasnya.Menurutnya pihaknya sudah mengkoordinasikan terkait pembinaan para eks pekerja karaoke itu dengan sejumlah OPD leading sektor. Agar membantu mengarahkan minat dan kemampuannya. Baik itu Dinas Pariwisata, Disperindag, maupun Disnaker. "Kan seperti apa maunya mereka ? Persiapannya dari saat ini kita latih mereka. Tidak bisa begitu ditutup itu langsung disalurkan tanpa kita tahu data masing-masing," ujarnya.
Lantas apakah bisa merubah perda seperti keinginan para pemilik kafe karaoke itu ? Ilham menegaskan hal itu tak bisa dilakukan. Sebab RDTR Narmada sebagai kawasan Geopark Rinjani sudah akan masuk tahapan finalisasi. "Jadi tidak bisa terus karena keinginan mereka terus kita rubah. Karena wilayah itu bukan untuk peruntukan untuk dibangun kafe terus jual miras, karena akan lebih besar dampak sosialnya," bebernya.
Menurutnya bukan Pemkab tak memperhatikan para pengusaha itu. Namun para pengusaha itu juga harus memperhatikan rencana tata ruang yang sudah dibangun pemerintah. "Sekali lagi ini angka HIV ini naik terus, Sebab dari data menunjukkan seperi itu. Ini kekhawatiran kita, makanya pemerintah tegas menjalankan itu. Ayo kami siap bantu masyarakat yang ingin bekerja dibidang usaha lain," pungkasnya. (Ikhw@N)
0 Komentar