Komisi lV DPRD Lobar Desak Pemda Bantu Intervensi Kasus PKL
Imbas Dugaan Penyerobotan Tanah Di Kawasan Batu Bolong
Matahari siar.com (Lombok Barat) – Episode buntut dari proses hukum yang dilaporkan pemilik tanah di kawasan Batu Bolong Desa Batulayar Barat Kecamatan Batulayar Lombok Barat, akhirnya menyeret sejumlah deretan nama warga, yang berprofesi PKL atas dugaan melakukan penyerobotan tanah dan terancam pasal 385 KUHP. Karenanya, Ketua Komisi lV DPRD Lombok Barat meminta proaktif pemerintah setempat terhadap PKL yang sudah di vonis bersalah tersebut.
Ketua Komisi lV DPRD Lombok Barat Lalu Irwan mengatakan, mengenai kasus sengketa lahan antara warga dan salah seorang oknum pengusaha asal Mataram di proses ranah hukum. Oknum yang mengklaim bahwa pihaknya dirugikan karena haknya sebagai pemilik tanah yang sah telah direbut kuasanya oleh pihak lain.
"Kami berharap kepada Pemda setempat agar segera hadir guna memberi proteksi sekaligus perlindungan terhadap masyarakat yang buta terhadap permasalahan hukum,” tegasnya.
Untuk itu kata Lalu Irwan, peran Pemda dengan langkah taktis menjadi sangat penting untuk melakukan pendekatan mediasi terhadap kedua pihak dalam menyelesaikan permasalahan yang dimaksud. Terlebih, dimana sebelumnya perwakilan warga mendatangi Kantor Bupati menuntut keadilan terhadap sejumlah warga tersebut.
Sebanyak tujuh orang warga yang kesehariannya berjualan di lokasi Pantai Duduk lV tersebut, dilaporkan dan didakwa atas tuduhan melakukan pemanfaatan lahan tampa izin dan telah divonis penjara 14 Hari dari 3 Bulan tuntutan Jaksa.
"Peristiwa ini artinya, bukti penjajahan terhadap masyarakat itu masih terjadi seperti di Desa Batu Layar Barat, Lombok Barat,” ungkap dia.
Lebih lanjut kata Lalu Irwan, munculnya sertifikat atas nama salah satu pengusaha asal Mataram terhadap lahan kurang lebih 29 are tersebut, menjadi.lokasi tempat masyarakat Pantai Duduk lV Batu Layar, dimana menjadi obyek merupakan persoalan.yang mempidanakan masyarakat dan dijadikan dasar hukum untuk menjajah orang lain.
Obyek lahan ini sebenarnya sudah dipahami dan diketahui oleh masyarakat bahwasanya masih menjadi status tanah negara yang.dikelola oleh Pemerintah Desa. Lalu kemudian, masyarakat memanfaatkan lahan tersebut untuk berdagang bahkan sejak tahun 2005, mendapat izin dari Pemdes dan membayar pajak ke Pemerintah Daerah.
"Untuk diketahui, Pemdes juga pernah berkontribusi 500 juta untuk menata lahan itu. Dulu itu fisiknya muara seperti penimbunan, pembuatan lapak, dan sebagainya, ” bebernya.
Selain itu, terdapat aset daerah berupa bangunan oleh Disperindag tahun 2019 lalu, dengan anggaran sekitar 200 juta. Sehingga memperkuat keyakinan masyarakat bahwa itu tanah negara. Tetapi Tahun 2022 lalu, 7, masyarakat dilaporkan dengan dasar sertifikat yang katanya keluar tahun 2014 atas nama pengusaha.
BPN Lobar harus bertanggungjawab, karena telah mengeluarkan sertifikat di lahan yang juga merupakan sepadan pantai itu.
"Pemda kita ini terkesan lepas tangan dan membiarkan masyarakat bertarung sendiri menghadapi kekuasaan pemodal di meja hukum,” tandasnya. (Ikhw@N)
0 Komentar