Pemda di Demo, Pupuk Langka dan Perambahan Lahan Disoal
Matahari siar.com (Lombok Barat) - Pemda Lombok Barat di demo lagi, kali ini Koalisi Gabungan Aktivis Nusa Tenggara Barat (KUAT NTB) menggedor Kantor Bupati. Kelompok aksi ini datang menggugah selera Pemda untuk menangkap dan menindaklanjuti kegelisahan masyarakat untuk segera disikapi.
Dalam konteks ini Kuat NTB menyuarakan soal izin Tim Koordinasi Pemerintah Daerah (TKPRD,) menyangkut perambahan lahan hijau dan kelangkaan pupuk. Alhasil, dua Kepala OPD H. Lalu Winengan bersama Made Arthadana tanggap memberikan pernyataan duduk persoalan.
Kelompok Tani Sari Mahardika menyebutkan, keterbatasan pupuk untuk para petani bukan khal baru terjadi, karena dari tahun tahun ke tahu, selalu dihadapkan dengan problem. Akibatnya keluhan dan kegelisahan petani dan hasil produksi tidak sesuai dengan pembiayaan.
Dulu kita dapat jatah pupuk untuk lahan satu hektar sekitar 3 kuintal. Sekarang yang kita dapat hanya 1 kuintal. Bagaimana bisa cukup.
"Petani sekarang banyak merugi karena tidak sesuai dengan kebutuhan nutrisi," ungkapnya.
Untuk melanjutkan profesi tani kita saat ini, sekarang menjadi petani ortu seperti tomat melon dan bawang merah. Ini semua akibat pengaruh pupuk yang limit.
"Kalau kita mau bertahan tanam padi, maka akan selalu rugi dan min" ujar dia.
Masalah kelangkaan pupuk ini kata dia sangat urgen untuk para petani, Namun hingga kini belum ada titik temunya. Pernah kita mengadu ke pihak Dinas terkait. Meski ditindaklanjuti dengan menurunkan petugas PPL ketika dikeluhkan, selalu dijawab bahwa itu adalah kewenangan pemerintah pusat.
"Terpaksa untuk antisipasi kebutuhan pupuk, kita beli eceran pupuk non subsidi dari harga mahal. Ini sangat memberatkan sebenarnya.
Sementara, Korlap Kuat NTB Mursidin saat diwawancara mengutarakan, apa yang menjadi gerakannya hari ini adalah sebagai wujud kepedulian dan kecintaannya terhadap Lombok Barat. Dengan itu, apa yang menjadi suara masyarakat saat ini menuntut soal pengerukan yang tengah merebak di Lombok Barat. Perihal ini jelas menuai kejanggalan didalamnya karena bertabrakan dengan aturan atau tidak sesuai dengan regulasi yang dibuat saat ini.
Apa yang menjadi kekhawatiran, itu yang kita sampaikan disini.
"Pertanyaan kami adalah Perda tata ruang yang ada, sampai saat ini belum ada," ujarnya.
Mestinya harus bisa diketahui khalayak, seperti apa, bagaimana dan dimana sebenarnya zona yang ditetapkan, sehingga masyarakat mengetahui dan terpublish. Pemandangan kita terhadap pembangunan yang tumbuh pesat sekarang banyak yang menyalahi karena tidak sesuai dengan regulasi. Bahkan ada yang sampai belum berizin segala macam.
"Kami ada datanya terkait bangunan misalnya seperti Pertamina, gas Elpiji terutama bangunan perumahan. Itu yang menjadi temuan kami," papar dia.
Biar jelas pembangunan ini harus diatur RDTR nya. Sehingga Zona pembangunan di Lombok Barat ini terarah. Terlebih RDTR ini sangat penting karena bisa menjadi tolok ukur pembangunan. Karena kalau tidak akan semakin berantakan keberadaannya. Padahal Lombok Barat adalah Kabupaten tertua tidak mempunyai Kota sedangkan dua Kabupaten lain yang dilahirkan oleh Kabupaten Lobar sendiri sudah ada Kota.
"Lobar kita ini belum mempunyai tata ruang yang bagus yang kami lihat, sehingga itu yang menjadi tuntutan dalam aspirasi kami," tutupnya.
Kepala Dinas Pertanian H. Lalu Winengan mengatakan, kelangkaan pupuk ini kan sudah diatur oleh negara. Untuk itu, mengantisipasi kekurangan pupuk, disarankan agar pemakaian pupuk dari kimia beralih ke non kimia.
" Ya iya kan ada pupuk organik, tinggal dipakai saja. Aman kok gak ada masalah. Silakan para petani menggunakan itu," syarannya.
Jatah pupuk untuk Lombok Barat lanjut Winengan, sudah disesuaikan dengan jumlah luas lahan pertanian yang ada. Dari luas lahan atau sekitar 6281 ton. Untuk pupuk jenis NPK 5380 ton. Sedangkan untuk kekurangannya, jika memakai 12 kubik menjadi 6219 ton. Pupuk urea sekitar 8 ribu lebih ton.
"Inilah yang dikonfersikan dengan pupuk cair," ungkapnya.
Kalau kita ajukan semua pengajuan permohonan ke pusat, maka akan menjadi 12. 500. ton tetapi yang direalisasikan hanya 6281 ton.
"Kan ada pengurangan supaya bisa menggunakan pupuk non kimia," ujar Winengan.
Polemik kelangkaan pupuk ini sudah kerap terjadi, untuk itu upaya pemerintah melakukan sosialisasi ke petani agar menggunakan bio saka. Dengan begitu masyarakat tidak repot dan tidak membeli pupuk, tandas Winengan. (Ikhw@N)
0 Komentar