Rekomendasi DPR, Jadi Amunisi Untuk Ambil Alih Lahan LCC
Enam Tahun Tak Menghasilkan PAD, Pemda Rugi Miliaran
Matahari.com (Lombok Barat) - Misteri kasus lahan LCC yang masih tersandera sejak 2017 lalu, situasinya masih buram kelam dan belum terselesaikan. Lahan LCC yang diketahui aset milik Pemda Lombok Barat seluas delapan hektare tersebut, mangkrak dan tidak produktif. Padahal sebagai obyek penggarap Pendapatan Asli Daerah (PAD) miliaran, tapi terhitung sudah enam tahun aset potensial ini, gagal mencetak hasil. Pemda dalam hal ini BPKAD terkait, mempertegas untuk meminta APH mengenai kejelasan status LCC dimaksud.
Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Lobar, H. Fauzan Husniadi menjelaskan, sejak dikeluarkannya rekomendasi
DPRD dalam Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Bupati Lobar tahun 2022, guna kepentingan mengambil alih lahan LCC serta menekan tinjau ulang kerjasama operasional (KSO) antara PT Tripat dengan perusahaan,
“Rekomendasi tertulis di LKPJ Bupati yang kita punya, menjadi amunisi baru untuk mengambil alih kembali lahan LCC itu,” tegas Fauzan.
Tetapi lanjut Fauzan, masalah lahan LCC itu posisinya berada pada catatan lain yakni di PT Tripat, sebab lahan itu sebagai penyertaan modal Pemkab ke Perusda. Untuk itu, yang perlu dipulihkan dulu adalah BUMD. Jika kemudian tidak bisa, maka BUMD bisa mengembalikan aset itu ke pihak BPKAD Lombok Barat.
Rekomendasi DPRD itu sudah jelas agar aset itu dikembalikan ke Pemkab. Aset itu tercatat sebagai penyertaan modal di BUMD saja kok," ujar dia.
Kita minta APH untuk memulihkan lahan aset Pemkab itu. Dan APH perlu dengan segera memperjelas status kasus lahan itu.
"Proses kasusnya ada di kejaksaan . Untuk itu, kami berharap agar dipulihkan lahan ini, kemudian pihak Kejaksaan memperjelas status lahan LCC ini. Karena saat ini lahan ini tersandera, tidak bisa dimanfaatkan oleh Pemkab,” terangnya.
Pihaknya berharap APH mem-back up Pemkab memulihkan aset ini, supaya jelas manfaatnya untuk daerah. Sebab dengan kondisi ini lanjut dia, Pemkab sangat dirugikan.
Saat ini kondisi LCC terbangkalai dan menganggur. Lahan yang berstatus kelas I tidak dimanfaatkan sama sekali. Kalau dihitung sewa lahan kelas I, Rp25 juta per hektar per tahunnya. Dikalikan lahan seluas 8,6 hekhar. Selama setahun, pendapatan yang seharusnya bisa diperoleh mencapai Rp200-250 juta. Kalau ditotal selama aset itu tak dimanfaatkan semenjak tahun 2017, maka potensi pendapatan yang hilang dari sisi pengelolaan aset daerah itu mencapai Rp1,5 miliar lebih. (Ikhw@N)
0 Komentar